IkanDewa.com - Ikan jurung dan trubuk merupakan ikan yang saat ini keberadaannya terancam punah. Populasinya yang tinggal sedikit di alam mendesak untuk disikapi secara cepat sebelum segalanya terlambat. Mulai dari teknis penangkapan sampai pembudidayaannya.
Dikutip dari MedanBisnis, Rabu (03/10/2013), Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara (Diskanla Sumut) Robert Napitupulu mengatakan, yang mengancam keberadaan kedua ikan tersebut di antaranya kualitas lingkungan yang tidak lagi mendukung.
"Misalnya ikan jurung hanya akan berkembang biak dengan baik di air mengalir deras dan jernih, sekarang ini cukup sulit, kecuali di beberapa tempat saja," katanya
Di Tapanuli Selatan, kata dia, misalnya, ada kelompok masyarakat yang mengatur penangkapan ikan jurung berdasarkan peraturan adat, yakni lubuk larangan. Dengan peraturan tersebut, penangkapan hanya bisa dilakukan di waktu-waktu tertentu. Begitu juga dengan alat tangkap yang diperbolehkan juga tidak sembarangan. "Tidak boleh menggunakan obat-obatan ataupun bahan lain yang bisa mengganggu lingkungannya," katanya.
Selain ikan jurung, ikan trubuk, di Labuhan Batu, juga penting untuk dicermati. Pasalnya, ikan tersebut saat ini sudah mulai langka. Apalagi, ikan tersebut yang dikonsumsi bukan dagingnya melainkan telurnya saja. Dengan begitu, dapat mengancam perkembangbiakan ikan tersebut. "Dagingnya sendiri tidak dikonsumsi, tapi telurnya," katanya.
Ia menjelaskan, sebagai upaya pelestarian mencegah kepunahannya,pada tahun 2000, pihaknya pernah menabur benih ikan jurung ke Danau Toba, tepatnya di Silalahi, Dairi, sebanyak 2.000 ekor. Dari benih tersebut, diharapkan dapat berkembang biak dengan baik dan cepat.
Namun ternyata, ikan jurung termasuk sebagai ikan air tawar yang perkembangannya cukup lama. Hal tersebut diketahui dari temuan seorang warga yang menemukan ikan tersebut hanya sebesar telapak tangan orang dewasa setelah 7 bulan kemudian.
Dikatakannya, ribuan benih ikan yang ditabur tersebut sudah diberi tanda agar bisa diteliti perkembangannya. Pihaknya juga meminta kepada siapapun warga agar tidak menangkapnya dan jika pun tertangkap, besar ataupun kecil, diminta untuk memberikanya kepada Dinas Perikanan setempat untuk kemudian diganti dengan sejumlah uang. "Karena kan masih dalam tahap penelitian, jadi kita bisa tahu seberapa perkembangannya," katanya.
Sedangkan untuk ikan trubuk, menurutnya, belum banyak yang dilakukan karena belum adanya fokus untuk pelestariannya. Pihaknya juga belum mengidentifikasi ataupun mendata perkembangan ikan-ikan tersebut. "Ini peran dari kabupaten, karena ikan-ikan ini ada di kabupaten yang paling mengetahuinya," katanya.
Robert menjelaskan, ikan jurung maupun trubuk, selama ini tidak termasuk hitungan sebagai ikan budidaya yang produksinya tinggi. Tidak seperti ikan lele, kerapu, nila dan mas. Bahkan, dari data yang dikirimkan dari kabupaten, ikan jurung dan trubuk, termasuk ikan gabus, sepat dan ihan batak, dikategorikan sebagai ikan lain-lain dalam arti bahwa karena produktivitasnya rendah dan tidak bisa diprediksi.
Menurutnya, dari data yang ada, ada kecenderungan produktivitasnya mengalami penurunan. Untuk tahun 2011, kata dia, produksinya hanya sampai 851,9 ton sedangkan di tahun 2012 hanya 817,2 ton. "Tahun-tahun sebelumnya lebih tinggi, dan turun terus," katanya.
Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah memberdayakan penangkar-penangkar ikan di daerah agar bia membudidayakan ikan-ikan tersebut sehingga bisa terselamatkan dari kepunahan.
Dosen di Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Sumatera Utara, Irwan Mei menjelaskan, saatnya bagi pemerintah memberi perhatian lebih untuk penyelamatan ikan-ikan yang saat ini semakin langka.
“Harus ada peraturan untuk membatasi penangkapannya. Selain itu, harus ada kompensasi untuk mengganti ikan-ikan yang sudah ditangkap oleh masyarakat. Ini PR (pekerjaan rumah) bagi dinas perikanan untuk bisa menyelamatkan ikan-ikan ini," katanya.[medanbisnis/ikandewa.com]
Dikutip dari MedanBisnis, Rabu (03/10/2013), Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara (Diskanla Sumut) Robert Napitupulu mengatakan, yang mengancam keberadaan kedua ikan tersebut di antaranya kualitas lingkungan yang tidak lagi mendukung.
"Misalnya ikan jurung hanya akan berkembang biak dengan baik di air mengalir deras dan jernih, sekarang ini cukup sulit, kecuali di beberapa tempat saja," katanya
Di Tapanuli Selatan, kata dia, misalnya, ada kelompok masyarakat yang mengatur penangkapan ikan jurung berdasarkan peraturan adat, yakni lubuk larangan. Dengan peraturan tersebut, penangkapan hanya bisa dilakukan di waktu-waktu tertentu. Begitu juga dengan alat tangkap yang diperbolehkan juga tidak sembarangan. "Tidak boleh menggunakan obat-obatan ataupun bahan lain yang bisa mengganggu lingkungannya," katanya.
Selain ikan jurung, ikan trubuk, di Labuhan Batu, juga penting untuk dicermati. Pasalnya, ikan tersebut saat ini sudah mulai langka. Apalagi, ikan tersebut yang dikonsumsi bukan dagingnya melainkan telurnya saja. Dengan begitu, dapat mengancam perkembangbiakan ikan tersebut. "Dagingnya sendiri tidak dikonsumsi, tapi telurnya," katanya.
Ia menjelaskan, sebagai upaya pelestarian mencegah kepunahannya,pada tahun 2000, pihaknya pernah menabur benih ikan jurung ke Danau Toba, tepatnya di Silalahi, Dairi, sebanyak 2.000 ekor. Dari benih tersebut, diharapkan dapat berkembang biak dengan baik dan cepat.
Namun ternyata, ikan jurung termasuk sebagai ikan air tawar yang perkembangannya cukup lama. Hal tersebut diketahui dari temuan seorang warga yang menemukan ikan tersebut hanya sebesar telapak tangan orang dewasa setelah 7 bulan kemudian.
Dikatakannya, ribuan benih ikan yang ditabur tersebut sudah diberi tanda agar bisa diteliti perkembangannya. Pihaknya juga meminta kepada siapapun warga agar tidak menangkapnya dan jika pun tertangkap, besar ataupun kecil, diminta untuk memberikanya kepada Dinas Perikanan setempat untuk kemudian diganti dengan sejumlah uang. "Karena kan masih dalam tahap penelitian, jadi kita bisa tahu seberapa perkembangannya," katanya.
Sedangkan untuk ikan trubuk, menurutnya, belum banyak yang dilakukan karena belum adanya fokus untuk pelestariannya. Pihaknya juga belum mengidentifikasi ataupun mendata perkembangan ikan-ikan tersebut. "Ini peran dari kabupaten, karena ikan-ikan ini ada di kabupaten yang paling mengetahuinya," katanya.
Robert menjelaskan, ikan jurung maupun trubuk, selama ini tidak termasuk hitungan sebagai ikan budidaya yang produksinya tinggi. Tidak seperti ikan lele, kerapu, nila dan mas. Bahkan, dari data yang dikirimkan dari kabupaten, ikan jurung dan trubuk, termasuk ikan gabus, sepat dan ihan batak, dikategorikan sebagai ikan lain-lain dalam arti bahwa karena produktivitasnya rendah dan tidak bisa diprediksi.
Menurutnya, dari data yang ada, ada kecenderungan produktivitasnya mengalami penurunan. Untuk tahun 2011, kata dia, produksinya hanya sampai 851,9 ton sedangkan di tahun 2012 hanya 817,2 ton. "Tahun-tahun sebelumnya lebih tinggi, dan turun terus," katanya.
Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah memberdayakan penangkar-penangkar ikan di daerah agar bia membudidayakan ikan-ikan tersebut sehingga bisa terselamatkan dari kepunahan.
Dosen di Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Sumatera Utara, Irwan Mei menjelaskan, saatnya bagi pemerintah memberi perhatian lebih untuk penyelamatan ikan-ikan yang saat ini semakin langka.
“Harus ada peraturan untuk membatasi penangkapannya. Selain itu, harus ada kompensasi untuk mengganti ikan-ikan yang sudah ditangkap oleh masyarakat. Ini PR (pekerjaan rumah) bagi dinas perikanan untuk bisa menyelamatkan ikan-ikan ini," katanya.[medanbisnis/ikandewa.com]
0 komentar:
Posting Komentar